Peran Jong Islamieten Bond (JIB) dalam usaha membentuk
nasionalisme islam
Jong
Islamieten Bond (JIB) adalah
perkumpulan pemuda Islam yang didirikan di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1925
oleh pemuda pelajar ketika itu. Tujuan pertama pembentukannya adalah untuk
mengadakan kursus-kursus agama Islam bagi para pelajar Islam dan untuk mengikat
rasa persaudaraan antara para pemuda terpelajar Islam yang berasal dari
berbagai daerah di Nusantara dan sebelumnya masih menjadi anggota perkumpulan
daerah, seperti Jong Java (7 Maret 1915), Jong Sumatra (9 Desember 1917), dan
lain-lain.
Jong Islamieten Bond merupakan perkumpulan
mahasiswa Islam yang pertama, berdiri dan tiga tahun kemudian tampil dalam
Sumpah Pemuda. Kehadiran Jong Islamieten Bond tak sekadar menaungi aspirasi
kaum muda Islam Indonesia, tetapi juga mempertemukan semangat Islam dan
semangat kebangsaan yang menjadi faktor pembentuk dari sejarah bangsa
Indonesia. Jong Islamieten Bond adalah organisasi pergerakan mahasiswa Islam
pertama yang hadir dalam tubuh bangsa Indonesia.
Jong Islamieten
Bond didirikan atas prakarsa Sjamsoeridjal dan didukung H. Agus Salim.
Pergerakan Jong Islamieten Bond didasarkan pada Islam dan nasionalisme
Indonesia. Jong Islamieten Bond berkembang menjadi suatu wadah untuk mendidik kaum
muda Islam hingga menjadi kader-kader yang mempunyai dasar keislaman yang kokoh
dan Jong Islamieten Bond menjadi suatu organisasi yang secara politik sangat
penting dalam pergerakan pemuda Islam dalam usaha untuk menumbangkan kekuasaan
bangsa Belanda di Indonesia.
Jong Islamieten
Bond tampil untuk menegaskan bahwa Islam hadir untuk bangsa Indonesia. Semangat
Islam harus mampu bergandengan tangan dengan semangat keindonesiaan. Raden
Samsurrijal, Ketua Umum Jong Islamieten Bond pertama pernah berkata, “: “Allah
SWT mewajibkan kami tidak hanya berjuang untuk bangsa dan negara kita, tetapi
juga untuk umat Islam di seluruh dunia. Hanya, hendaknya di samping
aliran-aliran Islam, kita selalu memberi tempat kepada aliran-aliran
nasionalistis. Selain kewajiban yang utama ini, kami wajib berjuang untuk umat
Islam seluruhnya, sebab kami orang Islam adalah hamba Allah SWT. dan kami hanya
mengabdi kepada-Nya, Yang Maha-kuasa, Maha-arief, Maha-tahu, Raja alam semesta.
“
Pernyataan
Samsurrijal telah membuka mata bangsa Indonesia bahwa Islam, sebagai salah satu
faktor pembentuk identitas masyarakat Indonesia, tak perlu dipertentangkan
dengan nasionalisme. Sebab, Islam juga menghargai nasionalisme dan menyuruh
umatnya untuk berjuang merebut kemerdekaan. Sebab, Islam adalah agama
perlawanan. Islam tidak tunduk pada kekuatan manapun yang ingin menguasainya.
Oleh sebab itu, penjajahan, yang sangat bertentangan dengan nasionalisme, harus
segera dihentikan. Islam bergandengan tangan dengan segenap komponen bangsa
Indonesia lain untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, sebab untuk
itulah Jong Islamieten Bond hadir di Indonesia.
Dalam kongres pertama JIB, Syamsuridjal dengan tegas
menyatakan : “Allah SWT mewajibkan kami tidak hanya berjuang
untuk bangsa dan negara kita, tetapi juga untuk umat Islam di seluruh dunia.
Hanya, hendaknya di samping aliran-aliran Islam, kita selalu memberi tempat
kepada aliran-aliran nasionalistis. Selain kewajiban yang utama ini, kami wajib
berjuang untuk umat Islam seluruhnya, sebab kami orang Islam adalah hamba Allah
SWT. dan kami hanya mengabdi kepada-Nya, Yang Maha-kuasa, Maha-arief,
Maha-tahu, Raja alam semesta. Inilah prisip yang menjiwai JIB”.
Untuk mengkonter pelecehan-pelecehan terhadap Islam, para
pemuda Islam yang tergabung dalam JIB kemudian mendirikan Majalah Het Licht yang
berarti Cahaya (An-Nur). Majalah ini dengan tegas memposisikan dirinya sebagai
media yang berusaha menangkal upaya dari kelompok di luar Islam yang ingin
memadamkan Cahaya Allah, sebagaimana yang pernah mereka rasakan saat masih
berada di Jong Java. Motto Majalah Het Licht yang tercantum dalam sampul depan majalah ini
dengan tegas merujuk pada Surah At-Taubah ayat 32: “Mereka berusaha memadamkan
cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah menolaknya, malah
berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak
menyukai.” JIB dengan tegas juga mengkonter pelecehan terhadap
Islam, sebagaimana dilakukan oleh Majalah Bangoen, majalah yang dipimpin oleh
aktifis Theosofi, Siti Soemandari. Majalah Bangoen yang dibiayai oleh
organisasi Freemason pada edisi 9-10 tahun 1937 memuat artikel-artikel yang
menghina istri-istri Rasulullah. Penghinaan itu kemudian disambut oleh para
aktivis JIB dan umat Islam lainnya dengan menggelar rapat akbar di Batavia.
JIB juga membentuk Organisasi Pandu Indonesia (National Indonesische
Padvinderij, disingkat Natipij), organisasi pandu pertama yang
memakai nama Indonesia, suatu istilah yang belum lazim dipakai ketika itu. Di
setiap cabang, JIB mengadakan kursus-kursus agama Islam. Pada bulan Oktober
1931 JIB membangun sekolah HIS (Hollandsch Inlandsche School) sejenis SD untuk anak
Bumiputra golongan atas di Tegal dan pada bulan November 1931 dibangun lagi HIS
di Tanah Tinggi Batavia.
Jong Islamieten Bond dalam kongresnya yang ketiga,
Jogjakarta 23-27 Desember 1927, membicarakan masalah Islam dan kebangsaan juga nasionalisme
dalam pandangan Islam yaitu mencintai tanah air, bangsa dan agama.
Organisasi ini kelak berperan banyak dalam penyelenggaraan Kongres Pemuda II
bersama Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Indonesia, dan
beberapa organisasi pemuda lainnya.
Peranan Jong Islamieten Bond sebagai
bagian dari organisasi pemuda Islam di kancah pergerakan nasional Indonesia
tahun 1925-1942 antara lain
·
menggagas nasionalisme Indonesia,
·
mendirikan Nationale Indonesische Padvinderij (NATIPIJ)
·
meningkatkan derajat pendidikan.
Peran organisasi pemuda Jong Islamieten Bond (JIB) sangat
besar dalam kebangkitan nasionalisme kebangsaan dan perjuangan kemerdekaan
Indonesia, namun deislamisasi sejarah Indonesia menyebabkan nama dan peran
organisasi itu lenyap dari ingatan. JIB menjadi katalis penting bagi tranmisi
tradisi-tradisi politik “intelektual” Muslim dari generasi pertama ke generasi
kedua intelegensia Muslim. Keyakinan JIB bahwa solidaritas Islam dianggap
sebagai satu-satunya solusi bagi problem-problem sosial layak untuk terus
diperjuangkan oleh kaum muda intelektual Muslim di zaman sekarang ini.